......أهلا وسهلا


FORUM SILATURAHMI DAN BERBAGI INFORMASI


Informasi: 0651-7126361 / FB:PESANTREN MODERN AL-MANAR ACEH BESAR





MENDIDIK KADER UMAT UNTUK KEJAYAAN BANGSA




(Ulee Kareng)
Lampermei, Cot Irie, Kr.Barona Jaya
Aceh Besar
Aceh - Indonesia
www.almanarkita.blogspot.com

Selasa, 19 Juli 2011

PESANTREN DAN REMAJA : KORELASINYA DALAM PERAN MEMBENTUK PRIBADI MASA DEPAN


Pendahuluan / Pengenalan Isi
            Dalam esai ini, kami memaparkan contoh-contoh andil dan hasil dari terbinanya pesantren yang baik, dan terdidiknya remaja yang cakap, juga kaitan dan gabungan dari kedua unsur tersebut di atas dalam membentuk “pribadi berpesona Islami abad 21” dan membangun negara yang beragama dan agama yang menegara di bumi Nusantara.

Pesantren

            Rasulullah SAW bersabda:
خياركم في الجاهلية خياركم في الإسلام
“Sebaik-baiknya kalian di jahiliyah, sebaik-baiknya kalian di Islam”
Ummat Islam khususnya dan ummat manusia umumnya, telah dikodratkan tercipta berbeda-beda. Berbeda-beda ketaqwaannya, berbeda-beda wujud fisiknya, berbeda-beda karakternya, dan pastinya berbeda-beda pula potensinya.
            Dalam ilmu manajemen pendidikan, telah diajarkan bahwa sepantasnya seseorang dididik dan digali potensinya sesuai dengan karakter pribadinya. Begitu pula manusia Indonesia. Secara empiris-kultural-historis, manusia Indonesia terbukti cocok dengan sistem pendidikan berbasis kepesantrenan, terutama bagi mereka yang memeluk agama islam. Sistem pendidikan berbasis kepesantrenan di antara definisinya adalah para pelajar dipisahkan dari wali mereka  dan diajari , dididik, serta diasuh oleh para guru 24 jam setiap hari.
            Tak diragukan lagi, pesantren telah berhasil menelurkan civitas-civitas negeri yang kompeten dalam bidang yang beragam, dan berasal dari rentang zaman yang bermacam pula. Mereka telah berhasil memberikan sumbangsih yang besar bagi agama dan negerinya di berbagai bidang. Di bidang ilmu Tafsir misalnya, nama Buya Hamka sudah tak asing lagi di telinga. Di bidang kemiliteran, nama Tuanku Imam Bonjol di Ranah Minang dan Pangeran Diponegoro di tanah Jawa telah cukup untuk menggetarkan bulu roma Kompeni. Di bidang orasi, Bung Tomo dan teriakan takbirnya telah menjadi fenomena tersendiri bagi mereka yang berjiwa juang. Di bidang politik, H. Agus Salim, dan M. Natsir telah menjadi pionir di eranya masing-masing.
            Laskar Santri, mungkin bukan julukan yang populer.  Namun kenyataannya, mereka adalah salah satu intisari perjuangan angkat senjata di era dan wilayahnya masing-masing, di bumi Nusantara. Sayangnya, ternyata konspirasi Salibis telah menebarkan jejaringnya di bumi pertiwi.  Mereka, para pejuang Islam yang sekaligus petinggi negara ini, tak selalu bisa dengan mudah terekspos sisi religiusnya. Misalnya Ahmad Lussy atau Mat Lussy. Pejuang muslim Ambon itu ternyata sekarang lebih masyhur dengan sebutan ‘Thomas Matulessy’, sebuah nama berkonotasi kristiani, yang sama sekali tidak ada benarnya.
            Sejarah pesantren yang terukir jauh sebelum merdekanya republik ini, telah menorehkan warna-warni dinamika yang sangat menarik untuk diteliti. Misalnya pengotak-ngotakan ragam seperti Salafi-Khalafi, Tradisional-Modern, atau Mukim-Ngalong. Yang, kerap dikritisi oleh para pemikir muslim kontemporer. Atau fenomena “Gontor”, anak-anak, dan alumni-alumninya yang selalu menebar “wah”.
            Pertanyaan yang kerap terlontar akhir-akhir ini adalah tentang pesantren dan andilnya. Sangat dipertanyakan kemunduran yang kiranya kasat di mata para pengamat, dalam kubu pesantren-pesantren Nusantara. Juga disebarluaskannya aib-aib dan nilai-nilai minus mereka. Entah, mana yang fakta dan mana yang fiksi. Dan ternyata, kemunculan benih-benih manusia super dari rahim pesantren, yang kelak sanggup mengeksiskan diri dan bangsanya di tengah-tengah kepungan krisis multidimensi nan menjangkit, masih menjadi harapan.
            Adakah harap-harap dan tanya-tanya di atas sudah bisa dijawab dengan kepala tegak? Ataukah kita sudah merasa cukup dengan teriakan “Amiieenn…” yang bersahut-sahutan, yang sesak dengan aura apatisme?
            Jawablah pemuda, jawablah remaja!! Karena, “Syubbaanul yaum, Rijaalul ghod”. Kita sekarang masih remaja, tapi esok kita adalah Rijal! Yang Qowwaam, yang harus siap diandalkan. 

Remaja  dan Pemuda
            Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib R.a. berkata :
يقول ها أنا ذا            ليس الفتى من يقول كان أبي ولكنّ الفتى من 
“Bukanlah pemuda yang berkata, ‘Inilah bapakku.’ Tetapi pemuda adalah yang berkata, ‘Inilah Aku!’”
Ternyata, salah satu aspek krisis yang telah kita singgung di atas, adalah krisis kepercayadirian, krisis kepribadian. Yang merasuki seluruh relung dan sisi kehidupan kita, remaja dan pemuda.
Invasi-invasi ghozwul fikri amatlah dahsyat dampaknya, sangatlah canggih sistem, cara dan modelnya. Terutama bagi kita, remaja. Mereka amatlah beragam, mulai dari yang namanya materialisme, hedonisme, penyelewangan dien dan ideologi, pengistimewaan perihal “seks”, konsumerisme dan masih banyak lagi. Untuk yang kesekian kalinya, dipastikan berdiri congkak di belakang itu semua, konspirator Salibis-Zionis.
Kita lebih cinta dan lebih bangga dengan budaya dan lifestyle  mereka, yang kita sebut dampak dari westernisasi. Padahal kita adalah bangsa timur, yang punya budaya dan pola hidup tersendiri dan berbeda dengan mereka. Kita lebih cinta dan lebih bangga dengan perayaan-perayaan dan simbol agama mereka, yang kita sebut dampak pendangkalan aqidah padahal kita adalah muslimin, yang perayaan-perayaan dan simbol identiitasnya jauh lebih agung daripada milik mereka.
Di beberapa bidang, kita sebagai remaja atau pemuda muslim Indonesia pantas untuk mengaku kalah. Tetapi, di beberapa bidang yang lain kita justru menyerah dan pasrah untuk kalah!
Padahal, berdasarkan studi para ahli atas prediksi nubuwat Muhammad SAW, masa kita ditenggarai sebagai ujung era ’Second Jahiliah’ sekaligus pangkal era khalifah rasyidah ala minhajin nubuwah. Ini berdasarkan pendapat para ahli religi. Sedangkan menurut hemat para ahli sekuler, abad ini diperkirakan akan dikangkangi oleh negara-negara Asia. Abad ini juga diprediksi akan ditorehkan sejarah manisnya oleh para pemuda - pemimpin. Dan kita sebagai pemuda dan remaja Muslim Asia, dipersilakan merenda rona-rona mujahadah dalam rangka membuktikan ramalan-ramalan di atas. Allahu Akbar!!!  

Kesimpulan : Korelasi antara keduanya
Sepertinya kita bisa menambah sedikit lagi identitas kita yang beberapa kali disebut di atas: Santri muda muslim Asia.
Kita sepantasnya, setelah mengenang andil para pendahulu kita, menyaksikan kenyataan minus yang tengah kita alami, dan menatap harapan-harapan dan prediksi-prediksi bagi kita di hari esok, tidak merasa tenang untuk senantiasa beristirahat. Kita harus benar-benar memainkan peran kita sebagai santri muda muslim Asia.
Sebelum ditutup, sedikit menengok ke belakang, telah niscaya bahwa amanah ini tidak 100% berada di atas pundak remaja. Tetapi juga mereka yang mewakili entitas komunitas pengajar-pendidik-murabbi, terutama di pesantren. Semua ini bergerak dalam koridor realita empiris bahwa pesantren sangat berperan dalam pembinaan remaja, dan lebih jauh lagi korelasi kedua unsur tersebut dalam membentuk pribadi masa depan, santri muda muslim Asia. Yang cakap, yang bisa diandalkan, yang qowwam.