......أهلا وسهلا


FORUM SILATURAHMI DAN BERBAGI INFORMASI


Informasi: 0651-7126361 / FB:PESANTREN MODERN AL-MANAR ACEH BESAR





MENDIDIK KADER UMAT UNTUK KEJAYAAN BANGSA




(Ulee Kareng)
Lampermei, Cot Irie, Kr.Barona Jaya
Aceh Besar
Aceh - Indonesia
www.almanarkita.blogspot.com

Jumat, 23 September 2011

MEMBANGUN KUALITAS UMAT DENGAN IMAN, ILMU DAN AMAL

PADA saatnya sebuah tatanan masyarakat di suatu wilayah akan mengalami dinamika yang wajar dalam catatan sejarah. Mereka ada, berkembang, mengalami gejolak horisontal, mengalami masa-masa keemasan, jatuh, terpuruk lalu kemudian bangkit lagi dengan tatanan baru yang lebih ideal. Begitulah juga yang terjadi pada generasi-generasi umat pada masa-masa yang akan datang, tentunya mereka akan mengalami kompetisi pada setiap lini kehidupan dengan kompleksitas yang lebih, dan stressing yang semakin kuat, sebab dunia ini dihuni oleh sekian milyar manusia yang ingin selalu lebih unggul di antara satu dengan yang lain untuk mempertahankan eksistensinya pada komunitas manusia.
Telah banyak kita dengarkan kisah-kisah kejayaan dan perjuangan yang mengagumkan sehingga derajat suatu kaum terangkat dari kerendahannya. Perjalanan panjang suatu kaum akan selalu membuahkan hasil yang manis apabila perjuangan tersebut didasarkan pada satu hal, yaitu li i'lai kalimatillah (untuk meninggikan agama Allah). Namun, tidak ada perjuangan yang tidak diiringi dengan pengorbanan sebagai konsekuensi. Sebagaimana agama Islam sendiri, kehadirannya ditentang oleh kaum musyikin-kuffar, akan tetapi setelah dapat menundukkan lawan-lawan keyakinannya, Islam tumbuh berkembang bag tanaman yang ditanam diladang subur dengan situasin dan kondisi yang sangat kondusif, sehingga kebesaran agama ini bisa menembus segala penjuru dunia.
Demikian pula halnya, bangsa-bangsa yang ingin maju berkembang di belahan bumi ini, mereka haruslah berjuang, berkorban dan bekerja keras demi cita-cita mereka menjadi bangsa yang bermartabat dan memiliki kedudukan tinggi dihadapan Tuhan. Untuk menggapai cita-cita yang demikian tadi tentu memiliki beberapa syarat yang mutlak diperlukan diantaranya adalah:
1. Iman, secara universal diidentikan sebagai sebuah keyakinan, akan tetapi dalam Islam tentunya memiliki spesifikasi tersendiri, yaitu yakin yang memiliki rukun dan harus diimani secara mutlak dan menyeluruh sebagaimana yang tertera pada rukun iman. Dengan iman dalam diri inilah seseorang  mendapatkan kekuatan yang dahsyat, cita-citanya tidak hanya sekedar mewujudkan kehendak keduniaan namun juga mengharap Ridha dari Allah sebagai Tuhan Pencipta alam semesta. Dan telah terbukti dalam sejarah kemanusiaan, bahwa tidak ada karya yang melegenda di muka bumi ini kecuali terlahir dari jiwa-jiwa yang memiliki derajat keimanan yang tinggi. Dan dengan jiwa yang diterangi oleh cahaya iman pulalah Khalifah Umar Bin Khattab, Umar Bin Abdul Aziz, Harun Arrasyid, dan lain sebagainya bisa membangun kejayaan umat pada masanya.
2. Ilmu, adalah syarat yang harus dipenuhi sebelum kita melakukan sesuatu. Hasil maksimal akan diperoleh oleh setiap mereka yang mengerjakan sesuatu dengan bekal pengetahuan tentang apa yang mereka kerjakan. Negara-negara maju adalah sebuah contoh konkrit sebuah peningkatan dinamika keilmuan yang terbukti mampu menyesaikan permasalahan-permasalahan komunitasnya pada tataran intelektualitas sehingga terwujudlah kemudahan-kemudahan dalam hidup karena banyaknya solusi yang lahir dari luasnya wawasan. Maka bukanlah suatu hal yang asing jika dalam berbagai teori tentang program dan perencanaan selalu dikaitkan dengan kemampuan intelektualitas suatu bangsa. Ilmu adalah pilar kemajuan, pilar kesejahteraan dan pilar peradaban. Bukankah pesan Allah dalam Al-Qur'an telah jelas, bahwa umat ini haruslah, membaca , belajar, dan mengilmui semua yang dilakukan agar hidupnya lebih bermakna dan berkualitas?.
3.  Amal, Islam memiliki pesan moral yang cukup signifikan untuk mengubah nasib suatu kaum jika mereka benar-benar ingin berubah, yaitu meninggalkan kemalasan. Mereka harus berusaha dan terus berusaha untuk melakukan perbaikan dalam hidup. Beriman saja tidaklah cukup, berilmu pun masih kurang, justru mereka harus memacu potensi diri secara maksimal dengan memadukan kedua hal tersebut agar amanat khilafiyah  - sebagai khalifah di bumi - yang tertanam dalam dirinya benar-benar dapat dijalankan dengan baik, sehingga sebagai makhluk mereka telah menjalani hidup sesuai dengan Kehendak Allah Swt.

Mengarahkan generasi untuk selalu membekali diri dengan tebalnya keimanan, luasnya wawasan dan potensi untuk berkarya adalah suatu keharusan. Jalan panjang yang menghampar di masa yang akan datang adalah jalan yang penuh dengan persaingan hidup yang saling menghimpit dan bersinggungan. Maka bersiaplah, "Jadilah manusia! kuat iman, kaya ilmu, kaya jasa, dan kaya harta. Semoga dirimu sama dengan seribu orang bahkan sejuta, amin...".demikian Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA. berpesan dalam sebuah kesempatan.

Semoga pergerakan umat yang terus melakukan perbaikan demi perbaikan dalam segala bidang kehidupan ini selalu mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Amin...

Selasa, 19 Juli 2011

PESANTREN DAN REMAJA : KORELASINYA DALAM PERAN MEMBENTUK PRIBADI MASA DEPAN


Pendahuluan / Pengenalan Isi
            Dalam esai ini, kami memaparkan contoh-contoh andil dan hasil dari terbinanya pesantren yang baik, dan terdidiknya remaja yang cakap, juga kaitan dan gabungan dari kedua unsur tersebut di atas dalam membentuk “pribadi berpesona Islami abad 21” dan membangun negara yang beragama dan agama yang menegara di bumi Nusantara.

Pesantren

            Rasulullah SAW bersabda:
خياركم في الجاهلية خياركم في الإسلام
“Sebaik-baiknya kalian di jahiliyah, sebaik-baiknya kalian di Islam”
Ummat Islam khususnya dan ummat manusia umumnya, telah dikodratkan tercipta berbeda-beda. Berbeda-beda ketaqwaannya, berbeda-beda wujud fisiknya, berbeda-beda karakternya, dan pastinya berbeda-beda pula potensinya.
            Dalam ilmu manajemen pendidikan, telah diajarkan bahwa sepantasnya seseorang dididik dan digali potensinya sesuai dengan karakter pribadinya. Begitu pula manusia Indonesia. Secara empiris-kultural-historis, manusia Indonesia terbukti cocok dengan sistem pendidikan berbasis kepesantrenan, terutama bagi mereka yang memeluk agama islam. Sistem pendidikan berbasis kepesantrenan di antara definisinya adalah para pelajar dipisahkan dari wali mereka  dan diajari , dididik, serta diasuh oleh para guru 24 jam setiap hari.
            Tak diragukan lagi, pesantren telah berhasil menelurkan civitas-civitas negeri yang kompeten dalam bidang yang beragam, dan berasal dari rentang zaman yang bermacam pula. Mereka telah berhasil memberikan sumbangsih yang besar bagi agama dan negerinya di berbagai bidang. Di bidang ilmu Tafsir misalnya, nama Buya Hamka sudah tak asing lagi di telinga. Di bidang kemiliteran, nama Tuanku Imam Bonjol di Ranah Minang dan Pangeran Diponegoro di tanah Jawa telah cukup untuk menggetarkan bulu roma Kompeni. Di bidang orasi, Bung Tomo dan teriakan takbirnya telah menjadi fenomena tersendiri bagi mereka yang berjiwa juang. Di bidang politik, H. Agus Salim, dan M. Natsir telah menjadi pionir di eranya masing-masing.
            Laskar Santri, mungkin bukan julukan yang populer.  Namun kenyataannya, mereka adalah salah satu intisari perjuangan angkat senjata di era dan wilayahnya masing-masing, di bumi Nusantara. Sayangnya, ternyata konspirasi Salibis telah menebarkan jejaringnya di bumi pertiwi.  Mereka, para pejuang Islam yang sekaligus petinggi negara ini, tak selalu bisa dengan mudah terekspos sisi religiusnya. Misalnya Ahmad Lussy atau Mat Lussy. Pejuang muslim Ambon itu ternyata sekarang lebih masyhur dengan sebutan ‘Thomas Matulessy’, sebuah nama berkonotasi kristiani, yang sama sekali tidak ada benarnya.
            Sejarah pesantren yang terukir jauh sebelum merdekanya republik ini, telah menorehkan warna-warni dinamika yang sangat menarik untuk diteliti. Misalnya pengotak-ngotakan ragam seperti Salafi-Khalafi, Tradisional-Modern, atau Mukim-Ngalong. Yang, kerap dikritisi oleh para pemikir muslim kontemporer. Atau fenomena “Gontor”, anak-anak, dan alumni-alumninya yang selalu menebar “wah”.
            Pertanyaan yang kerap terlontar akhir-akhir ini adalah tentang pesantren dan andilnya. Sangat dipertanyakan kemunduran yang kiranya kasat di mata para pengamat, dalam kubu pesantren-pesantren Nusantara. Juga disebarluaskannya aib-aib dan nilai-nilai minus mereka. Entah, mana yang fakta dan mana yang fiksi. Dan ternyata, kemunculan benih-benih manusia super dari rahim pesantren, yang kelak sanggup mengeksiskan diri dan bangsanya di tengah-tengah kepungan krisis multidimensi nan menjangkit, masih menjadi harapan.
            Adakah harap-harap dan tanya-tanya di atas sudah bisa dijawab dengan kepala tegak? Ataukah kita sudah merasa cukup dengan teriakan “Amiieenn…” yang bersahut-sahutan, yang sesak dengan aura apatisme?
            Jawablah pemuda, jawablah remaja!! Karena, “Syubbaanul yaum, Rijaalul ghod”. Kita sekarang masih remaja, tapi esok kita adalah Rijal! Yang Qowwaam, yang harus siap diandalkan. 

Remaja  dan Pemuda
            Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib R.a. berkata :
يقول ها أنا ذا            ليس الفتى من يقول كان أبي ولكنّ الفتى من 
“Bukanlah pemuda yang berkata, ‘Inilah bapakku.’ Tetapi pemuda adalah yang berkata, ‘Inilah Aku!’”
Ternyata, salah satu aspek krisis yang telah kita singgung di atas, adalah krisis kepercayadirian, krisis kepribadian. Yang merasuki seluruh relung dan sisi kehidupan kita, remaja dan pemuda.
Invasi-invasi ghozwul fikri amatlah dahsyat dampaknya, sangatlah canggih sistem, cara dan modelnya. Terutama bagi kita, remaja. Mereka amatlah beragam, mulai dari yang namanya materialisme, hedonisme, penyelewangan dien dan ideologi, pengistimewaan perihal “seks”, konsumerisme dan masih banyak lagi. Untuk yang kesekian kalinya, dipastikan berdiri congkak di belakang itu semua, konspirator Salibis-Zionis.
Kita lebih cinta dan lebih bangga dengan budaya dan lifestyle  mereka, yang kita sebut dampak dari westernisasi. Padahal kita adalah bangsa timur, yang punya budaya dan pola hidup tersendiri dan berbeda dengan mereka. Kita lebih cinta dan lebih bangga dengan perayaan-perayaan dan simbol agama mereka, yang kita sebut dampak pendangkalan aqidah padahal kita adalah muslimin, yang perayaan-perayaan dan simbol identiitasnya jauh lebih agung daripada milik mereka.
Di beberapa bidang, kita sebagai remaja atau pemuda muslim Indonesia pantas untuk mengaku kalah. Tetapi, di beberapa bidang yang lain kita justru menyerah dan pasrah untuk kalah!
Padahal, berdasarkan studi para ahli atas prediksi nubuwat Muhammad SAW, masa kita ditenggarai sebagai ujung era ’Second Jahiliah’ sekaligus pangkal era khalifah rasyidah ala minhajin nubuwah. Ini berdasarkan pendapat para ahli religi. Sedangkan menurut hemat para ahli sekuler, abad ini diperkirakan akan dikangkangi oleh negara-negara Asia. Abad ini juga diprediksi akan ditorehkan sejarah manisnya oleh para pemuda - pemimpin. Dan kita sebagai pemuda dan remaja Muslim Asia, dipersilakan merenda rona-rona mujahadah dalam rangka membuktikan ramalan-ramalan di atas. Allahu Akbar!!!  

Kesimpulan : Korelasi antara keduanya
Sepertinya kita bisa menambah sedikit lagi identitas kita yang beberapa kali disebut di atas: Santri muda muslim Asia.
Kita sepantasnya, setelah mengenang andil para pendahulu kita, menyaksikan kenyataan minus yang tengah kita alami, dan menatap harapan-harapan dan prediksi-prediksi bagi kita di hari esok, tidak merasa tenang untuk senantiasa beristirahat. Kita harus benar-benar memainkan peran kita sebagai santri muda muslim Asia.
Sebelum ditutup, sedikit menengok ke belakang, telah niscaya bahwa amanah ini tidak 100% berada di atas pundak remaja. Tetapi juga mereka yang mewakili entitas komunitas pengajar-pendidik-murabbi, terutama di pesantren. Semua ini bergerak dalam koridor realita empiris bahwa pesantren sangat berperan dalam pembinaan remaja, dan lebih jauh lagi korelasi kedua unsur tersebut dalam membentuk pribadi masa depan, santri muda muslim Asia. Yang cakap, yang bisa diandalkan, yang qowwam.

Rabu, 08 Juni 2011

PENGUMUMAN KELULUSAN HASIL SELEKSI UJIAN MASUK DI PESANTREN MODERN AL-MANAR 2011

بسم الله الرحمن الرحيم
 معهد المنار الحديث للتربية الإسلامية
PESANTREN MODERN AL-MANAR
LAMPERMEI - COT IRIE - KR. BARONA JAYA - ACEH BESAR
NO: 0194/Pim-Pes/PM/VI/2011
Tahun Pelajaran: 2011/2012

NOMOR PENDAFTARAN PESERTA UJIAN YANG LULUS
A. SANTRI UMUM (PUTRA)

105 - 106 - 107 - 108 - 109 - 110 - 112 - 113 - 122 - 123 - 124 - 125 - 126 - 127
128 - 129 - 133 - 134 - 135 - 136 - 137 - 138 - 139 - 140 - 144 - 145 - 146 - 147
148 - 149 - 153 - 155 - 156 - 159 - 162 - 163 - 165 - 166 - 169 - 171 - 173 - 174
175 - 179 - 181 - 182 - 184 - 187 - 188 - 189 - 190 - 191 - 198 - 199 
100 - 1102 - 1103 - 1104 - 1105 - 1109 - 007

B. SANTRI UMUM (PUTRI)

102 - 104 - 111 - 114 - 116 - 117 - 120 - 121 - 141 - 142 - 143 - 150 - 151 - 154
157 - 164 - 167 - 168 - 170 - 172 - 177 - 178 - 185 - 186 - 192 - 193 - 194 - 195
197 - 1101 - 1106 - 1107 - 1108

C. SANTRI YATIM (PUTRA)

005 - 006 - 009 - 018 - 020 - 022 - 024 - 025 - 029 - 032 - 036 - 037 -038

D. SANTRI YATIM (PUTRI)

001 - 002 - 003 - 008 - 012 - 017 - 019 - 021 - 023 - 035

MOHON PERHATIAN 
  1. Pada saat daftar ulang agar melampirkan photocopy SKHU SD/MI yang telah dilegalisir sebanyak 2 lembar.
  2. Mengisi Surat Permohonan untuk menjadi santri dan menandatanganinya.
  3. Santri baru dan wali santri harus hadir pada waktu pendaftaran ulang.
  4. Pendaftaran ulang bagi peserta yang lulus dimulai pada tanggal: 11 Juni s/d 13 Juni 2011 di Kantor Pesantren Modern Al-Manar.
  5. Peserta yang tidak mendaftar ulang pada tanggal tersebut dianggap mengundurkan diri.
  6. Selain santri yatim harap melunasi biaya pendidikan awal sebesar Rp. 1.400.000,00 (sudah termasuk uang makan & SPP pada bulan Juli 2011).
  • Dengan rincian pembiayaan sebagai berikut:
> Sumbangan fasilitas pendidikan                : Rp. 500.000,00
> Biaya tahunan
  1. Iuran Organisasi                                       : Rp. 100.000,00
  2. Pembelian Kertas                                    : Rp.   60.000,00
  3. Kesehatan                                                : Rp.   50.000,00
  4. Listrik                                                      : Rp. 200.000,00
  5. Pramuka                                                  : Rp.   90.000,00
  • Jumlah                                                     : Rp. 500.000,00
> Biaya bulanan (Juli 2011)
  1. Pendidikan (setiap bulan)                        : Rp. 120.000,00
  2. Uang makan (setiap bulan)                      : Rp. 280.000,00
  • Jumlah                                                     : Rp. 400.000,00 
>>> Total Pembiayaan awal Pendidikan     : Rp. 1.400.000,00
CALL PERSONS:
  • Ust. Awaluddin                   > 0852 77533922
  • Ust. Martunis                     > 0812 69772617
  • Ust. Enri Maulidi                > 0812 19057589
  • Usth. Akmalia                    > 0853 60092639


Sabtu, 04 Juni 2011

PESANTREN MODERN SEBAGAI WADAH PENDIDIKAN KARAKTER

pend karakter 300x150 Hardiknas dan Pendidikan Karakter
“Tema Hardiknas kita Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan sub tema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti,” ungkap Sekjen Kemendiknas Dodi Nandika dalam jumpa pers di Kantor Kemendiknas Jakarta.
Pendidikan Budi Pekerti menjadi tema yang diusung Kemdiknas tahun ini. Aplikasinya, kurikulum akan diperpadat dengan mata pelajaran budi pekerti/ pendidikan karakter. Seberapa praktikalnya gagasan ini?

Definisi Pendidikan Karakter

Karakter merupakan akumulasi atawa produk yang terintegral dari didikan rumah/orang tua, pergaulan dengan kawan sebaya di lingkungan, kondisi sosial ekonomi lingkungan sekitarnya (rumah, sekolah, tempat les, tempat mengaji, dll), dan faktor-faktor psikologis lainnya, seperti: status sosial, kecerdasan emosi/ spiritual, usia, dll.

Sekolah adalah satu dari sekian banyak faktor penentu karakter siswa. Dan ketika sekolah menjadi “institusi penilai” karakter ini, maka pertanyaan yang timbul adalah: aspek karakter yang mana yang akan dinilai dan diajarkan?

Apakah siswa yang diam dan sopan ketika mata pelajaran Budi Pekerti (namun di luar jam pelajaran tersebut dia ndugal) akan mendapat nilai bagus, dan siswa yang secara fisik terlihat sangat ugal-ugalan (karena faktor keluarga yang broken home, misalnya) akan mendapat nilai jelek?

Ataukah nilai akan diambil dari ujian tulis (baik berupa hafalan, maupun ujian essay)? Seberapa representatif nilai ini menggambarkan baik/buruknya karakter peserta didik? Apakah siswa yang essaynya baik bisa dianggap berkarakter baik pula?

Jika karakter dinilai dari sikap keseharian siswa selama di sekolah, maka siapa dan bagaimanakah sistematika penilaian ini? Akankah ada guru yang diam-diam menjadi “petugas penilai karakter” ? Seperti apakah raportnya nanti?

Tambah mata Pelajaran: Tambah Beban Siswa

Dengan kurikulum KTSP saat ini, siswa SD-SMA di Indonesia memiliki beban rata-rata jam belajarnya 6 jam perhari di sekolah. Beberapa sekolah bahkan menambahkan jam pelajaran atau memangkas beberapa mata pelajaran muatan lokal untuk bisa disisipi TIK, Bahasa Mandarin, Bahasa Arab, Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan sebagainya.

Menambah satu mata pelajaran lagi, berarti menambah beban jam pelajaran, dan menambah beban siswa. Terlebih lagi, menambah beban guru wali kelas untuk menulis raport siswa. (FYI, raport sekarang terdiri dari 2-3 halaman A4, berisi nilai dan definisi nilainya, ditulis tangan, satu persatu)

Karakter: Learning by Doing and Copying

Pendidikan karakter bukanlah semata-mata mengenai pengetahuan, namun tentang kepribadian yang tecerminkan dalam perilaku sehari-hari. Pembangunan karakter (character building) merupakan tugas bersama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat/lingkungan sekitar. Menyerahkan sepenuhnya pendidikan karakter pada guru di sekolah merupakan hal yang mustahil.

Rumah/keluarga merupakan character builder utama dan pertama. Orang tua tidak bisa menuntut sekolah jika anaknya berkelakukan buruk, jika orang tua bahkan tidak pernah memantau dan mengajarkan langsung pendidikan karakter pada anak-anaknya. Pendidikan karakter tidak cukup dengan ceramah dan nasihat. Terlebih adalah percontohan dan pengaplikasian. Jangan harap anak akan menjadi manusia yang peduli terhadap sekitar jika orang tua bahkan tidak mempedulikan anak-anaknya (dengan menyerahkan pengasuhan anak pada baby sitter). Jangan harap anak akan menjadi manusia yang menghormati dan menghargai sesamanya jika orang tua bahkan tidak pernah mendengar keinginan dan pendapat anak.

Demikian pula masyarakat sekitar tempat sang anak bermain dan bersosialisasi, meniru, mencontoh, dan menerapkannya dalam diri mereka. Kondisi sosial lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Jika anak tumbuh dalam lingkungan yang keras, maka kemungkinan besar anak akan menjadi pribadi berkarakter keras dan kurang lembut hatinya. Jika anak tumbuh dalam lingkungan yang mengedepankan prestasi sebagai prestise, maka secara tidak langsung akan memicu dia menjadi pribadi yang berkarakter kompetitif dalam hal yang positif.

Dan terakhir, sekolah sebagai lingkungan akademis dan sosial bagi anak, harus juga memberikan kondisi yang kondusif bagi pembentukan karakter baik anak. Membudayakan untuk menghormati yang lebih tua, menghargai pendapat orang lain, bersikap demokratis, tidak diskriminatif, dan mendorong siswa untuk lebih kompetitif dalam prestasi daripada dalam hal posesi (kepemilikan harta benda). Guru sebagai sebagai contoh terdekat dengan siswa adalah main agent untuk menyebarkan teladan ini, dengan cara:
1. memanggil siswa dengan nama aslinya (bukan nama sebutan). Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan diri siswa dan kebanggaan akan identitasnya.
2. Mengelompokkan siswa (dalam kelompok belajar)  secara heterogen, untuk membiasakan siswa menghargai keberagaman.
3. Mengapresiasi pendapat siswa dengan tidak memotong perkataanya ketika mengemukakan pendapat.
4. Mengkonsultasi siswa yang berlaku kurang baik tanpa mencelanya langsung di depan teman-teman kelasnya.
5. Membudayakan kejujuran, baik ketika berbicara dan ketika ujian,
6. Membiasakan antre di manapun: kantin, akan masuk kelas, akan pulang,
7. Mengkonseling siswa yang suka berbicara kotor,
8. Melakukan pendekatan persuasif kepada siswa yang perilakunya kurang baik,
dikutip dari: http://blog.beswandjarum.com/arnissilvia/?p=498
_________________________________________________

Maka dengan demikian pesantren merupakan tempat yang ideal untuk membentuk intelektualitas dan karakter Generasi Islam. Karena lingkungan pesantren yang terbangun oleh kultur yang dipenuhi dengan nilai-nilai luhur yang didasarkan pada ajaran agama Islam dan menerapkan total quality control, yang artinya segala aktifitas dan gerak santri dapat terkontrol secara menyeluruh, serta efisiensi waktu yang memungkinkan untuk mengaplikasikan integritas kurikulum nasional dan kurikulum pesantren, mendidik, membina dan mengarahkan para santri. Lebih dari itu, dengan sistem asramanya mengharuskan santri dan guru menetap dalam satu kampus selama 24 jam, sehingga hal-hal yang harus dievaluasi dan dibenahi bisa segera teratasi. 


Akhirnya, kita juga harus mengakui bersama bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang kontinyu dan holistik yang tidak bisa diserahkan dan dinilai oleh satu lembaga saja (pesantren), namun juga merupakan tanggung jawab bersama dengan keluarga dan masyarakat sekitar.

Selasa, 10 Mei 2011

KOMPETENSI PENDIDIKAN PESANTREN

Sebuah era yang menentukan perubahan keadaan suatu bangsa ke arah yang lebih baik akan diawali dengan Gerakan Kemanusiaan dan Tradisi Keilmuan yang ada pada era tersebut. Karakter sebuah bangsa pada dasarnya dibangun oleh setiap individu yang hidup dan menjadi pribumi pada wilayahnya masing-masing, pergolakan dan prestasi-prestasi suatu bangsa akan menunjukkan kualitas bangsa tersebut, sedangkan Intelektualitas yang dimiliki oleh setiap individu akan sangat menentukan kemajuan dan kualitas hidup mereka.

Karakter dan kepribadian inilah yang menjadi objek utama lembaga pendidikan yang berbasis pesantren pada umumnya. Sebab, hal mendasar yang diinginkan oleh komunitas manusia dimanapun dan kapanpun adalah hidup damai, tentram, aman, sejahtera dan nyaman, yang hanya bisa dibangun melalui kepribadia yang baik. Dan kepribadian baik dalam standar agama Islam adalah berakhlakul karimah, yang berarti hidup sesuai dengan aturan yang telah digariskan oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Jika syarat mencapai kemajuan yang sempurna sesuai dengan kehendak Allah SWT harus berdasarkan Al-Qur'an atau pun ajaran agama, maka disinilah sebenarnya letak penting  perpaduan antara  Pendidikan karakter dan Ilmu pengetahuan/Intelektualitas. Atau bahkan beberapa Tokoh Pendidikan mengatakan, bahwa "Pendidikan lebih penting dari Pengajaran." yang berarti dengan berakhlakul  karimah/berkepribadian luhur, seseorang bisa eksis dan hidup secara baik dalam lingkungannya bisa menjadi teladan, dan membuat komunitas dimana ia hidup merasa tentram dan nyaman, sehingga ia bisa menjadi panutan bagi kaumnya. Akan tetapi dengan ilmu pengetahuan hal itu belum tentu terjadi.

Jika kita mengkaji lebih dalam lagi masalah Pendidikan dan Pengajaran yang terkait dengan Kegiatan Belajar Mengajar, maka tidak jarang kita dapatkan terjadinya transformasi ilmu saja di ruang-ruang kelas tanpa adanya penanaman akidah dan akhlakul karimah. Hal ini terjadi, membudaya dan 'seolah-olah/tanpa sengaja' sudah terpadu pada sistem di sebuah lembaga. Pada saat menemukan anak didik membawa HP ke dalam kelas, pada saat menemukan di tas-tas mereka barang-barang  terlarang yang tidak ada kaitannnya dengan alam pendidikan, pada saat menemukan mereka ugal-ugalan dijalanan, semua itu terjadi begitu saja tanpa ada penyikapan yang berarti atau sanksi yang mendidik. Sehingga tidak jarang kita dapati orang tua yang kebingungan menghadapi anak yang dilahirkannya pada saat mereka menginjak usia remaja, mereka dalam dilema dalam hal memilih sekolah yang tepat buat anak-anak yang mereka sayangi karena melihat keadaan yang demikian. Anak yang mereka didik di dalam keluarga yang baik, yang penuh dengan perhatian dan kasih sayang, yang diharapkan mampu mewujudkan harapan dan cita-cita diri, keluarga, agama dan bangsanya, setelah lulus ternyata menunjukkan perilaku yang mengecewakan. Disinilah kompetensi lembaga pendidikan teruji dengan melihat para lulusan yang dihasilkannya. 

Alhamdulillah, pada beberapa tahun terakhir ini fenomena-fenomena itu telah banyak menjadi sorotan masyarakat luas sehingga lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah banyak yang berbenah diri. di antara sekian banyak lembaga pendidikan itu ada yang menerapkan sistem; full day school(sehari penuh), semi boarding school(asrama untuk jenjang tertentu), ada pula yang bersistem boarding school(asrama untuk seluruh siswa), dan lain sebagainya dalam upayanya mengatasi dan membatasi kegiatan anak didik agar tidak terkontaminasi oleh arus perilaku sosial-masyarakat yang negatif dan dapat menggagalkan cita-cita serta visi-misi lembaga.

Pesantren Modern Al-Manar adalah salah satu dari sekian banyak lembaga pendidikan pesantren yang berasrama, yang tidak hanya sekedar menerapkan sistem boarding school saja akan tetapi juga berusaha memaksimalkan penanaman akidah yang benar, pendalaman syari'at Islam, penggalian potensi, pengembangan bakat dan minat, serta pembekalan skill bagi para santri. Sehingga standar kompetensi yang dijadikan ukuran bukan saja nilai-nilai/angka-angka akademis akan tetapi juga kemampuan diri santri dalam mengamalkan ilmu dan skill yang bermanfaat kelak ketika terjun ke dalam kehidupan bermasyarakat maupun ketika mereka melanjutkan studi pada Perguruan-perguruan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.

Sehingga dalam gagasan idealnya Pesantren ini tidak merasa berhasil apabila lulusan yang dididik selama 6 tahun (1 MTs - 3 MA) tidak dapat berperan dengan baik dilingkungan masyarakatnya, maupun dilingkungan Perguruan tinggi dimana ia melanjutkan studi. Atau dengan kata lain, para lulusan diharapkan mampu menjawab kekurangan-kekurangan yang ada pada lingkungannya apa pun peran dan keterlibatannya.

Hal ini tidaklah mudah, akan tetapi bukan suatu hal yang tidak mungkin. Dengan kerjasama yang baik dan saling mengerti antara pihak-pihak yang berkepentingan, antara Yayasan dengan Pesantren, Pesantren dengan Santri, Pesantren dengan Wali Santri, Pesantren dengan Masyarakat, Pesantren dengan Pemerintah, dan lain sebagainya. Insya Allah, semuanya akan terwujud sesuai dengan do'a, visi-misi, dan harapan kita semua. Maka dukungan dalam berbagai bentuknya, sangatlah diharapkan oleh lembaga semacam ini. Karena lembaga pendidikan pesantren adalah aset umat Islam dan merupakan basis pertahanan  akidah dan syari'ah umat yang perlu dibela, dibantu dan diperjuangkan.

Minggu, 20 Maret 2011

BEKAL MASUK AL-MANAR....!!!

KLIK! Informasi Pendaftaran 2014
Adalah suatu hal yang tidak mudah ketika kita menentukan pilihan untuk melanjutkan studi,  dan tentu diantara kita memilih-milih dan membanding-bandingkan atas dasar enak dan tidak enak, suka dan tidak suka, dan lain sebagainya. Apalagi pilihan ini adalah tentang sebuah pilar masa depan yang harus benar-benar bisa dijadikan landasan bagi putra-putri kita dalam menentukan hidup  yang berorientasi kebahagiaan Dunia-Akhirat.

Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin, akan tetapi semuanya harus direncanakan dengan sungguh-sungguh, bukan anak-anak kita yang tahu pasti kemana seharusnya ia melanjutkan studi, akan tetapi kita sebagai orang tua wajib mengarahkan mereka sesuai dengan kemampuan dan kapasitas anak, dan juga dengan pertimbangan bahwa anak kita adalah salah satu dari sekian banyak generasi Islam yang pada gilirannya kelak akan ditunjuk sebagai Pemimpin, pemimpin bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, umat, baik yang berskala daerah, nasional ataupun internasional. Mengingat hak yang demikian, maka berarti Pendidikan Karater dan Kepribadian yang luhur lebih penting dibandingkan dengan pendidikan yang berorientasi pada intelektualitas saja.

Jika demikian halnya maka pembentukan karakter/kepribadian ini tidaklah cukup hanya didapatkan secara teoristis dari papan tulis, di bangku-bangku sekolah saja, di ruang-ruang Kegiatan Belajar Mengajar(KBM) saja, karena keterbatasan waktu dan lain sebagainya.  Perlu adanya sebuah miliu /lingkungan yang mendidik dan komunitas yang mendukung, dengan segala gerak dan nafas kegiatan serta program yang tersusun rapi dan sistematis dalam sebuah alam pendidikan yang bersistem asrama. Dan sistem yang demikian hanya dimiliki oleh Dayah/Pesantren/Pondok, kemudian disusul oleh lembaga-lembaga yang lain yang mencoba mengadobsi sistem ini.

Sistem ini telah terbukti efektifitasnya dalam mendidik dan mengajar secara maksimal, tuntun penilaian prestasi anak didik secara Kognitif, Psikomotorik dan Afektif pun bisa terjawab dengan valid/tidak teoristis. Sehingga ke depan anak didik ini diharapkan mampu menjawab tantangan zaman, karena telah mendasari hidupnya dengan disiplin, kemandirian, moral yang luhur dan yang lebih utama lagi, ia telah mendasari hidupnya dengan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sehingga masa depan diri, keluarga, masyarakat, umat, bangsa dan negara akan menjadi lebih baik sebagaimana konsep hidup yang diajarkan oleh Islam. Bukan seperti keadaan kita saat ini.

Jika kita mengamati lebih jauh lagi, bahwa di Indonesia terdapat banyak sekali lembaga pendidikan yang berkualitas dan telah menghasilkan jutaan insan terdidik akan tetapi dalam hal-hal negatif kita menempati rating tertinggi dalam berbagai keburukan. Tidak saja dalam masalah perekonomian,  dalam tatanan pemerintahan pun menampakan indikasi yang sama. Mengapa bukan prestasi yang tampak di mata Dunia tapi kehancuran moral? Jawabannya sudah pasti, Moral selalu dinomorduakan setelah Intelaktualitas. Padahal seharusnya Moral adalah fondasi dasar kemajuan yang dilengkapi oleh kemampuan intelektualitas.

Musyawarah Pengurus
Pesantren Modern Al-Manar adalah salah satu di antara sekian banyak Pesantren yang terus berusaha untuk mendidik generasi penerus menjadi generasi yang menguasai Ilmu Pengetahuan secara menyeluruh, baik Ilmu Agama ataupun displin Ilmu yang lain. Berusaha mendidik para santrinya untuk mampu berinteraksi dengan dunia internasional dengan bekal bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dan juga selalu membekali para santri untuk memiliki ketrampilan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan zaman, seperti halnya komputer, kesenian, pidato dan lain sebagainya.

Pendidikan di Al-Manar adalah jenjang MTs dan MA yang setingkat dengan SMP dan SMU atau setaraf dengan Tingkatan satu sampai Tingkatan enam. Yaitu untuk calon pelajar yang berumur antara 13 tahun atau setelah selesai Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah.  dan tidak menerima lulusan SMP/MTsN. Kelas akan ditempuh selama 6 tahun, semenjak kelas 1 MTs s/d 3 MA. Dengan demikian Pesantren Modern Al-Manar juga tidak menerima pelajar yang pindah dari Sekolah/Pesantren lain dengan alasan apapun demi menjaga stabilitas disiplin dan sistem yang ada pada Pesantren. Hal ini dikarenakan, jika ada siswa yang baru pindah dari tempat lain, biasanya kurang bisa menyesuaikan diri dengan disiplin sehingga akan terjadi gangguan-gangguan interaksi pada dirinya atau pada komunitasnya, dan ini tidaklah mudah diatasi.

Bagi para pelajar harus mengikuti semua disiplin yang ada dan bersedia diatur oleh pelajar-pelajar senior yang lebih dahulu masuk pesantren, hal ini pun telah diatur dalam Organisasi Santri Pesantren(OSPA) Al-Manar dan dibimbing oleh para Guru/Pengurus Pesantren selama 24 jam.

Jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan alam pendidikan, perilaku yang kurang pantas dilakukan seorang santri, dan lain sebagainya, hendaknya hal-hal tersebut segara dibuang jauh-jauh agar tidak mengganggu disiplin dan undang-undang Pesantren Modern Al-Manar.

Setiap pelajar baru atau yunior diwajibkan menghormati pelajar senior. Karena, prinsip mendidik di Pesantren ini adalah Saling menghormati dan saling menyayangi, yang kecil menghormati yang besar, yang besar mengasihi adik-adik kelasnya, sehingga dengan demikian pola-pola pendidikan dan kaderisasi generasi penerus di Pesantren Modern Al-Manar ini dapat berjalan dengan baik.

Disiplin pun akan terasa mudah dan ringan dijalankan atas dasar kesadaran dan pengertian antara pengurus dan anggota, antara pembimbing dan pengurus, antara para guru dan pimpinan dan lain sebagainya demi tercapainya tujuan mendidik.
Para santri berpretasi

Maka ada beberapa hal yang perlu dijelaskan secara singakat tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum masuk pesantren, diantaranya:
  1. Niat, harus benar-benar bertekad belajar dan menuntut ilmu di Pesantren. Niat ini adalah perpaduan dari Niat anak dan Niat orang tua. Keduanya harus saling mendukung cita-cita mulia ini, sebab jika salah satu diantara kedua pihak ini tidak mendukung akan sulit pula Pesantren dalam menindaklanjutinya dengan memberikan arahan dan bimbingan pada anak yang bersangkutan. Dan bisa jadi hasil pendidikan yang direncanakan tidak tercapai dengan maksimal.
  2. Sikap/Mental, seharusnya calon santri telah mempersiapkan diri untuk menerima segala hal yang akan diberikan oleh Pesantren, berupa Disiplin/aturan hidup di Pesantren, Nasehat, Arahan, Penugasan-penugasan, Bimbingan dan lain sebagainya. Tidak cengeng dalam menerima sangsi/hukuman apabila melanggar. Hal inilah yang selama ini diabaikan oleh banyak santri ataupun orang tua/wali, sehingga semua keluhan santri selalu direspon dengan penyikapan yang salah oleh wali masing-masing dan akhirnya berakibat hal yang tidak diinginkan. Misalnya wali santri yang kurang paham akan arti pentingnya disiplin malah justru mendukung anaknya kabur dari Pesantren, memberikan perangkat elektronika yang memang dilarang penggunaannya di Pesantren, dan lain sebagainya.
  3. Selalu Berdo'a, untuk dikuatkan niatnya, dikuatkan fisiknya, dikuatkan kemauannya, dikuatkan Istiqomah/ketetapan hatinya untuk menempuh pendidikan di Pesantren yang tentunya banyak suka-dukanya. Dan juga lain pola hidupnya dengan di rumah, karena di Pesantren Modern ini semua santri harus bisa melatih diri untuk hidup mandiri dan lebih dewasa, tidak bisa semaunya.
  4. Taat Disiplin, taat bukan berarti terkekang. Di Pesantren Modern semua diperbolehkan kecuali hal-hal yang bisa mendatangkan bahaya untuk diri sendiri dan orang lain, untuk saat ini maupun untuk masa depannya. Boleh berolahraga yang sesuai dengan alam pendidikan, Boleh bermain yang sesuai dengan alam pendidikan dan Boleh melakukan apa saja asal sesuai dengan alam pendidikan dan Syari'at Islam.
  5. Daya suai/Adaptasi-Interaksi, Daya Saing/Daya Juang/Kompetitif dan Daya Tahan, haruslah dimiliki oleh para santri. Santri yang kurang mampu beradaptasi/berinteraksi/bergaul akan merasa susah/sendiri/asing di tengah-tengah padatnya aktifitas dan banyaknya teman, maka ia harus memiliki wadah pergaulan dengan olahraga bersama, dengan bekerjasama, dengan kelompok ngaji bersama dan lain-lain. Daya saing juga harus dimiliki oleh para santri, karena tanpa adanya ambisi untuk menjadi yang terbaik mustahil prestasi akan diraih. Begitu pula ia juga harus memiliki Daya tahan, yang berarti ia harus punya tekad yang kuat dalam menghadap suka-duka/tantangan hidup di Pesantren Modern yang penuh dengan kegiatan, ia tidak boleh menjadi santri yang cengeng yang suka mengadukan permasalahan kecil.
  6. Dana/biaya, tentu sudah menjadi suatu keharusan bagi berjalannya program atau kegiatan. Kegiatan Pesantren Modern berjalan 24 jam sehari-semalam, dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi semuanya terjadwal dan diperhitungkan masak-masak sesuai dengan dinamika hidup di Pesantren, logika sederhananya adalah: dengan padatnya kegiatan semacam ini tidaklah mungkin semua berjalan begitu lancar tanpa adanya pemenuhan kebutuhan manusiawi sehari-hari sebagaimana kehidupan dalam berumahtangga, seperti: konsumsi/makan-minum, akomodasai/sarana-prasarana, transportasi, fasilitas dan lain sebagainya. Semua itu memerlukan biaya yang sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan tidak pula kurang. Maka bagi santri yang masih lengkap kedua orang tuanya, ia harus menganggarkan biaya setiap bulan untuk uang sekolah dan uang makan sebagai suatu kewajiban, dan adapun yang berstatus yatim/yatim piyatu/korban bencana alam yang memiliki prestasi akan ditanggung bersama oleh para Simpatisan dan Donatur.
  7. Sabar/tabah/Istiqamah, pada saatnya nanti akan ditemui hal-hal yang membuat jenuh, bosan dan lain sebagainya sehingga terakumulasi dalam wujud perasaan tidak betah di Pesantren, ini bukan masalah. Yang jadi masalah adalah jika santri tidak punya kesabaran, tidak punya ketabahan serta tidak istiqamah, maka bisa jadi ia akan menyikapi dengan alternatif yang salah. Mengadu ke orang tua/wali dengan berbagai macam alasannya agar bisa pulang dan orang tua mengabulkannya. Inilah masalah baru yang merupakan akibat dari penyikapan masalah dengan cara yang salah pula. Pada saat itu terjadi yang dibutuhkan sebenarnya adalah nasehat/suport dari pihak Orang tua dan Pesantren untuk menimbulkan motivasi dalam jiwa anak, sehingga ia memiliki kesabaran dan ketabahan untuk selamanya. Dan jika sabar dan tabah telah menyatu dalam diri santri dimanapun ia dan dalam kondisi apapun kelak ia akan dapat hidup dengan penuh kesyukuran. Kekurangan fasilitas, keterbatasan sarana dan hal yang tidak enak lainnya yang ia temui di Pesantren bukanlah masalah, bahkan ia adalah unsur-unsur mendidik yang harus dimanfaatkan dengan baik. Sebab dibalik segala hal yang kurang akan menghadirkan kelebihan-kelabihan, jika ia kurang pintar maka itu adalah kelebihan untuk bisa belajar, jika ia merasa kurang enak maka itu adalah kelebihan yang membuat berpikir bagaimana caranya supaya nyaman. Akan tetapi jika ia merasa sudah pintar maka ia tidak akan lagi mau belajar, jika sudah merasa nyaman tentu mereka akan bermalas-malasan. Maka sabar dan tabah harus ada dalam diri santri kapan dan dimanapun ia berada.
Dengan demikian apa yang perlu dipersiapkan sebagai seorang santri penuntut ilmu telah mendapatkan penjelasannya secara singakat. Semoga bermanfaat.